Click here for Myspace Layouts

Jumat, 12 April 2013

POSTINGAN KE-4


BIODEGRADASI SENYAWA HIDROKARBON     

Perputaran karbon di alam tergantung reaksi katabolik mikroorganisme. Biodegradasi hidrokarbon ini merupakan proses kompleks, yang aspek kuantitatif dan kualitatifnya tergantung kepada sifat alami dan jumlah hidrokarbon tersebut, kondisi lingkungan, dan komponen komunitas mikroba (Leahy and Colwell, 1990;). Kapasitas mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan (Portier, 1991; Semple and Cain, 1996). Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy and Colwell, 1990). Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan dengan senyawa dengan berat molekul rendah. Meski demikian  beberapa studi menunjukkan bahwa degradasi pada kondisi optimum terhadap senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi (Leahy and Colwell, 1990). Demikian juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al., 1992). Salah satu bahan pencemar yang sering menimbulkan masalah adalah hidrokarbon aromatis. Hidrokarbon yang sering dijumpai, terutama di perairan, adalah fenol dan derivatnya dari karbonisasi batubara, bahan kimia sintetik, dan industri minyak (Semple and Cain, 1996). Senyawa fenolik ini merupakan polutan berbahaya (Dong et al. 1992). Fenol alami dapat dijumpai di berbagai tanaman. Tanin merupakan suatu kelompok senyawa polifenolik yang biasanya merupakan komponen tumbuhan, dan terdiri dari 2 kelas utama, yaitu yang terkondensasi dan hidrolisat. Disamping itu tumbuhan menghasilkan lignin yang merupakan kelompok polifenol sekerabat dengan tanin yang sangat sulit didegradasi oleh bakteri (Gamble et al., 1996).

Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan senyawa hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih disebabkan karena senyawa ini telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh lebih baik dibandingkan dengan dengradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan fenol dan mineralisasi dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis fenol. Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin (ring-dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol) dihasilkan dari senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto dengan enzim katekol 2,3- dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3-dioksigenase, senyawa katekol diubah menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan pemecahan lain. Kemampuan degradasi mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mikroba, proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap senyawa toksik. Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi   fenol dengan baik. Ganggang eukaryot, Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon. Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol melalui pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15% tetap dalam medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain, 1996). Jamur Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu mendegradasi senyawa tannin (Gamble et al., 1996). Senyawa toksik berupa logam berat juga mengganggu mikroba pendegradasi.

Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas

1.       Hidrokarbon Alifatik

Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas sp. meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi. Reaksi lengkap dalam proses ini terlihat pada gambar 1.


2.      Hidrokarbon Aromatik
                 
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat. Gambar 2 menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi katekol.



Gambar 2. Reaksi degradasi Hidrokarbon aromatic
                                                   
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/30/pemanfaatan-bakteri-pseudomonas-untuk-bioremediasi-akibat-pencemaran-minyak-bumi

PERMASALAHAN 


1. Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan dengan senyawa dengan berat molekul rendah.
Yang menjadi pertanyaan saya : mengapa senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul besar laju biodegrasinya berjalan lebih lambat di bandingkan senyawa dengan berat molekul rendah? Adakah solusi yang mungkin meskipun senyawa hidrokarbon kompleks dgn berat molekul besar laju bidegrasinya dapat berjalan lebih cepat?


2. Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon Alifatik untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi.

Yang ingin saya tanyakan apakah bisa tanpa adanya oksigen pada hidrokarbon alifatik jenuh, Pseudomonas sp tetap bisa didegradasi? Jika bisa, bagaimana mekanisme terjadinya, dan jika tidak apa alasannya?

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. baiklah, saya akan mencoba menjawab permasalahan anda yang pertama.
    menurut literatur yang saya baca,,
    Kecepatan degradasi biopolimer (berat molekulnya besar) tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam bioreaktor.
    jadi, menurut saya,, laju kecepatan biodegradasi dapat dilakukan dengan cara, memperbanyak jenis bakteri yang ada, mengkondisikan kecepatan alir, temperatur, dan pH.
    semoga membantu...

    BalasHapus
  3. menurut saya degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor,pada saat mengubah kondisi-kondisi yang tertinggal subtrat dalam reaktor,kecepatan alir efluen,temperatur dan PH.
    jadi caranya yaitu dengan mengkondisikan kecepatan alir efluen, temperatur, dan pH.
    moga bisa membantu....!!!

    BalasHapus
  4. saya berusaha menjawab pertanyaan no.2
    yang anda maksud jika bakteri tersebut digunakan untuk biodegradasi anaerob
    menurut saya tidak dapat di degradasi karen bakteri tersebut merupakan bakteri yang aerob yang memerlukan oksigen untuk keperluannya melangsungkan hidup dan melakukan biodegradasi
    jikalau ingin melakukannya biodegradasi secara anaerob gunakan lah bakteri anaerob
    semoga bner tq

    BalasHapus