BIODEGRADASI SENYAWA
HIDROKARBON
Perputaran karbon di alam tergantung reaksi katabolik
mikroorganisme. Biodegradasi hidrokarbon ini merupakan proses kompleks, yang
aspek kuantitatif dan kualitatifnya tergantung kepada sifat alami dan jumlah
hidrokarbon tersebut, kondisi lingkungan, dan komponen komunitas mikroba (Leahy
and Colwell, 1990;). Kapasitas mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami
bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun, sekarang ditantang dengan
bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke
dalam lingkungan (Portier, 1991; Semple and Cain, 1996). Biodegradasi
hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada komposisi komunitas dan
respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy and Colwell, 1990). Laju
biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul besar seperti
senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan dengan senyawa
dengan berat molekul rendah. Meski demikian
beberapa studi menunjukkan bahwa degradasi pada kondisi optimum terhadap
senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi (Leahy and Colwell, 1990). Demikian
juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al., 1992). Salah satu bahan
pencemar yang sering menimbulkan masalah adalah hidrokarbon aromatis.
Hidrokarbon yang sering dijumpai, terutama di perairan, adalah fenol dan
derivatnya dari karbonisasi batubara, bahan kimia sintetik, dan industri minyak
(Semple and Cain, 1996). Senyawa fenolik ini merupakan polutan berbahaya (Dong
et al. 1992). Fenol alami dapat dijumpai di berbagai tanaman. Tanin merupakan
suatu kelompok senyawa polifenolik yang biasanya merupakan komponen tumbuhan,
dan terdiri dari 2 kelas utama, yaitu yang terkondensasi dan hidrolisat.
Disamping itu tumbuhan menghasilkan lignin yang merupakan kelompok polifenol
sekerabat dengan tanin yang sangat sulit didegradasi oleh bakteri (Gamble et
al., 1996).
Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan
dengan senyawa hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih
disebabkan karena senyawa ini telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi
sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh lebih baik dibandingkan dengan
dengradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan fenol dan mineralisasi
dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis fenol.
Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin
(ring-dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol)
dihasilkan dari senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto
dengan enzim katekol 2,3- dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau
pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3-dioksigenase, senyawa katekol diubah
menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan pemecahan lain. Kemampuan degradasi
mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis
mikroba, proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap
senyawa toksik. Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi fenol dengan baik. Ganggang eukaryot,
Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon.
Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol
melalui pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15%
tetap dalam medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain,
1996). Jamur Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu
mendegradasi senyawa tannin (Gamble et al., 1996). Senyawa toksik berupa logam
berat juga mengganggu mikroba pendegradasi.
Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas
1.
Hidrokarbon Alifatik
Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon tersebut untuk
pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik
(menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi.
Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas sp. meliputi
oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom
oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi. Reaksi lengkap dalam proses ini
terlihat pada gambar 1.
2.
Hidrokarbon Aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik
oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan
dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi
enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali
dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara
struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya
didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat
masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA,
dan piruvat. Gambar 2 menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi
katekol.
Gambar 2. Reaksi degradasi Hidrokarbon aromatic
PERMASALAHAN
1. Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul
besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan
dengan senyawa dengan berat molekul rendah.
Yang menjadi pertanyaan saya : mengapa senyawa hidrokarbon kompleks
dengan berat molekul besar laju biodegrasinya berjalan lebih lambat di
bandingkan senyawa dengan berat molekul rendah? Adakah solusi yang mungkin
meskipun senyawa hidrokarbon kompleks dgn berat molekul besar laju bidegrasinya
dapat berjalan lebih cepat?
2. Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon Alifatik untuk
pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik
(menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi.
Yang ingin saya tanyakan apakah bisa tanpa adanya oksigen pada hidrokarbon
alifatik jenuh, Pseudomonas sp tetap bisa didegradasi? Jika bisa, bagaimana
mekanisme terjadinya, dan jika tidak apa alasannya?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbaiklah, saya akan mencoba menjawab permasalahan anda yang pertama.
BalasHapusmenurut literatur yang saya baca,,
Kecepatan degradasi biopolimer (berat molekulnya besar) tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam bioreaktor.
jadi, menurut saya,, laju kecepatan biodegradasi dapat dilakukan dengan cara, memperbanyak jenis bakteri yang ada, mengkondisikan kecepatan alir, temperatur, dan pH.
semoga membantu...
menurut saya degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor,pada saat mengubah kondisi-kondisi yang tertinggal subtrat dalam reaktor,kecepatan alir efluen,temperatur dan PH.
BalasHapusjadi caranya yaitu dengan mengkondisikan kecepatan alir efluen, temperatur, dan pH.
moga bisa membantu....!!!
saya berusaha menjawab pertanyaan no.2
BalasHapusyang anda maksud jika bakteri tersebut digunakan untuk biodegradasi anaerob
menurut saya tidak dapat di degradasi karen bakteri tersebut merupakan bakteri yang aerob yang memerlukan oksigen untuk keperluannya melangsungkan hidup dan melakukan biodegradasi
jikalau ingin melakukannya biodegradasi secara anaerob gunakan lah bakteri anaerob
semoga bner tq